|
Hingga
kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir
seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang
mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan
tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang
tua, ormas,pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja
rela.
Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit
kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa,
bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga
saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada
anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat
mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.
Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC) yang juga
disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak mendapatkan
informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi
secara fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini bertentangan
dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun sudah ada yang
mengkonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun
sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan narkoba
dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ekstasi, dan
sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).
Berdasarkan
data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh pelaku
dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305. Data ini
begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba
(khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak, penyebaran HIV/AIDS semakin
meningkat dan mengancam. Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak
SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak jarang para pengedar
narkoba menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan efek kecanduan) ke
dalam lintingan tembakaunya.
Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari bahaya narkoba masih
belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23
tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU
Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari
harapan.
Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh
hanya satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah individu namun
masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan
besar yang melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik pemerintah, lembaga
swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Adalah sangat penting untuk
bekerja bersama dalam rangka melindungi anak dari bahaya narkoba dan
memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan
kepada anak-anak tentang bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan
mereka terima.
Anak-anak membutuhkan informasi, strategi, dan kemampuan untuk mencegah
mereka dari bahaya narkoba atau juga mengurangi dampak dari bahaya narkoba
dari pemakaian narkoba dari orang lain. Salah satu upaya dalam penanggulangan
bahaya narkoba adalah dengan melakukan program yang menitikberatkan pada anak
usia sekolah (school-going age oriented).
Di Indonesia, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Para pencandu
narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia
tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang
mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok.
Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di
kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat,
apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang
yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami
ketergantungan.
(sumber
http://www.ubb.ac.id)
|
0 komentar:
Posting Komentar